BERKUMPULNYA PARA MARTIR DISORGA

Nas: _ Mazmur 66_ Michael Sattler dilahirkan di Jerman sekitar tahun 1490. Di usia yang masih muda, ia memasuki Biara Benedictine dan mengikuti perkuliahan di Universitas setempat. Pada waktu itulah ia memperoleh pengetahuan bahasa Yunani dan Ibrani. Selama ia tinggal di biara, ia mulai mempelajari surat-surat Paulus dan menganut iman yang alkitabiah. Ketidakpuasannya dengan kebusukan dan kemunafikan teman-teman biarawannya mempercepat pemutusan segala hubungannya dengan Gereja Roma. Ferdinand dari Austria mengumumkan sebuah kebijakan untuk membasmi ajaran sesat, yang memaksa Sattler dan istrinya, yang telah ia nikahi setelah ia meninggalkan biara, pergi ke Swiss. Di sana ia berada di bawah pengaruh Wilhelm Reublin dan menjadi seorang Anabaptis. Ia segera menjadi seorang pengkhotbah ulung dan pemimpin di antara kaum Anabaptis dan mengadakan pertemuan-pertemuan rahasia di hutan-hutan. Pertemuan-pertemuan ini segera diketahui dan Sattler diusir dari Zurich. Setelah tinggal sementara waktu dengan para Reformer di Strassburg, Austria, Sattler tidak berhasil dalam upayanya meyakinkan beberapa pemimpin mereka untuk mengikuti iman Baptis, dan ia kembali ke Horb, Jerman, atas an dari Reublin. Ia berkhotbah di sebuah konferensi Anabaptis di Schleitheim, tempat sebuah pengakuan iman, yang sangat mungkin ia tulis sendiri, disepakati. Pengakuan Iman Scheleitheim bukanlah sebuah formula doktrinal tetapi artikel yang bersifat panduan untuk gereja. Ada theologi yang tercermin dalam karya ini. Ada artikel-artikel tentang baptisan, perjamuan, disiplin, pedang, dan hubungan dengan pemerintah. Ketika pertemuan Schleitheim sedang berlangsung, kaum Anabaptis ditemukan oleh pihak yang berwenang di Rottenburg. Sattler, istrinya, dan orang-orang lainnya ditahan ketika mereka kembali ke Horb. Setelah menemukan Pengakuan Iman Schleitheim dan dokumen-dokumen lainnya dalam barang-barang kepunyaan Sattler, pihak gereja negara melihat bahwa orang ini adalah orang penting. Ia dipindahkan ke menara Binsdorf. Menghadapi hukuman matinya, ia menulis sebuah surat penghiburan yang sangat mengharukan kepada jemaat terkasihnya. Ketika sidang dimulai, empat belas orang tertuduh duduk di bangku terdakwa, dan Sattler adalah juru bicara mereka. “Para hakim tertawa mendengar khotbahnya, dan setelah berkonsultasi, juru tulis kota Ensesheim berkata: 'Oh engkau penjahat dan biarawan yang keji dan tidak berpengharapan, engkau mau kami terlibat dengan kamu dalam sebuah diskusi! Algojolah yang akan berdebat dengan kamu, kami menantikan sebuah kepastian.' Sattler berseru, 'Biarlah kehendak Tuhan yang jadi.”¹ Eksekusi dilakukan pada *tanggal 25 Mei 1527,”²* (hari ini). Tempat mulai adalah di pasar, tempat lidah Sattler dipotong. Potongan-potongan daging dirobek dari tubuhnya dengan menggunakan jepitan besi panas. Lebih dari lima kali jepitan besi itu digunakan pada tubuhnya selama dalam perjalanan menuju tempat eksekusi. Masih dapat berbicara, Sattler berdoa untuk para penganiayanya. Setelah diikat dengan seutas tali ke sebuah tiang dan didorong ke dalam api, ia menasehatkan orang-orang, para hakim, dan walikota untuk bertobat. Kemudian ia berdoa, “Allah yang Mahakuasa, Engkaulah Jalan dan Kebenaran: karena aku tidak terbukti bersalah, aku dengan pertolongan-Mu hari ini akan bersaksi tentang kebenaran dan memeteraikannya dengan darahku.”³ Ketika tali itu terbakar dan ikatan yang mengikat tangannya terlepas, ia menaikkan kedua telunjuknya, memberikan tanda yang telah dijanjikannya kalau kematian martir itu dapat ditanggungnya, dan berseru, “Bapa, aku menyerahkan rohku ke dalam tanganMu.” Setelah setiap usaha untuk mendapatkan sebuah penyangkalan dari istrinya yang setia juga gagal, istrinya ditenggelamkan delapan hari kemudian dan bersatu dengan suaminya di hadirat Tuhan mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALLAH SUNGGUH BAIK

PENGKHOTBAH YANG BERANI DAN LUAR BIASA

Lagu ini terdapat pada buku nyanyian NKB 83 “Nun Di Bukit Yang Jauh”. Judul aslinya adalah On a Hill Far Away/The Old Rugged Cross. Lagu ini, baik syairnya maupun melodinya, dikarang oleh George Bennard tahun 1913. Lagu ini termasuk sangat populer di abad kedua puluh. Di masa remajanya ia sudah menerima Yesus sebagai Juruselamat, dan ketika ayahnya meninggal sebelum George sendiri berumur enam belas tahun, ia bergabung dengan Bala Keselamatan. Kemudian ia ditahbiskan menjadi pendeta di gereja Metodis Episkopal, dimana pelayanannya sangat dihargai. Satu kali dalam perjalanan kembali ke Michigan ia mengalami pergumulan yang sangat mendalam tentang makna salib Yesus dan apa yang Rasul Paulus maksudkan tentang bersekutu dengan Kristus. Semakin ia merenungkannya ia bertambah yakin bahwa salib Yesus bukan sekedar simbol atau lambang saja, tetapi itulah inti Injil keselamatan. Bennard melanjutkan pelayanannya untuk menginjili selama empat puluh tahun berikutnya. Pada tahun 1958, pada umur delapan puluh lima tahun ia dipanggil Tuhan. “Salib itu kujunjung penuh, hingga saat tiba ajalku”, demikianlah kata-kata dalam syair lagunya dan itulah yang dilakukannya. Untuk mengenang dia, dekat rumahnya umat mendirikan salib setinggi tiga setengah meter dengan kata-kata “Di sini beristirahat George Bennard, pengarang ‘Salib di bukit’ “.