*Renungan Harian 24 Maret* Dari Buku: _Tiap-tiap Hari Menelusuri Sejarah Baptis_ *Roger Williams Membukakan Jalan* Nas: _ Ibrani 6_ Roger Williams, bersama dengan beberapa orang Puritan lainnya, memiliki perhatian untuk kerohanian suku-suku Indian. Ia pergi ke antara suku Massasoit, berteman dan mempelajari bahasa mereka, dan mengajar mereka tentang Injil Kristen. Orang-orang Indian itu senang bahwa seorang pria kulit putih menganggap mereka setara. Williams merencanakan sebuah perjanjian persahabatan dengan suku ini, yang membukakan jalan untuk pendirian koloni-koloni di masa mendatang. Belakangan, ketika otoritas Boston berencana untuk menangkap Williams dan mengirimnya kembali ke Inggris di atas sebuah kapal, ia memutuskan untuk melarikan diri dan melanjutkan perjuangan untuk kebebasan berkeyakinan. Ia berpakaikan jubahnya, memasukkan beberapa makanan ke dalam kantongnya, mengucapkan perpisahan kepada istri dan bayinya, dan pergi diam-diam dalam kegelapan. Badai musim dingin yang dahsyat sedang bergolak, dan pada tengah malam badai tersebut berubah menjadi sebuah badai salju hebat. Williams meneruskan perjalanannya menembus salju yang menumpuk, melewati ladang-ladang, dan melalui hutan-hutan ketika angin dingin menerjangnya. Keesokan harinya, ia tiba di sebuah perkemahan suku Indian Narraganset. Menyambut dia sebagai seorang teman, mereka membawa dia, memberinya makan, menghangatkan dia, dan memaksa agar ia tetap bersembunyi dengan mereka. Selama ia tinggal di musim dingin itu, ia menjadi seorang perantara dan membantu untuk mendamaikan masalah-masalah yang berkembang antara dua kepala suku. Perang berhasil terhindari, dan Ketua Suku Massasoit sebagai ucapan terima kasih memberikan dia sebuah bentangan tanah. Juga selama pengasingan ini, Williams memutuskan untuk mendirikan koloni independennya sendiri, yang akan terbuka untuk semua orang yang ingin menikmati kebebasan berkeyakinan.”¹ Hal ini tidak hanya menguntungkan Williams tetapi juga John Clarke, yang menjadi kecewa dengan kaum Puritan dan Pilgrim. Ia membentuk sebuah kumpulan yang terdiri dari sembilan belas orang, dan pada musim dingin 1637-38, mereka pergi untuk mencari tempat tinggal baru. Mereka pertama pergi ke tempat yang sekarang adalah New Hampshire, tetapi karena iklim di sana keras, mereka beralih ke selatan ke arah Long Island dan Delaware. Berhenti di jalan di Providence, mereka tinggal dengan Roger Williams, yang membujuk mereka untuk pergi ke pulau Aquidnet. Mereka pertama-tama pergi ke Plymouth untuk memastikan bahwa tidak ada klaim yang telah dibuat atas tanah di sana.”² Mengetahui bahwa tanah di sana masih kosong, Roger Williams, bertindak sebagai agen mereka, mendapatkan dari kepala suku Indian Narraganset sebuah akte untuk Pulau Aquidnet bagi mereka pada tanggal *24 Maret 1638,* dan satu lagi untuk Providence bagi dirinya sendiri di hari yang sama.”³ Pada masa ketika sebagian orang di koloni Masschusetts memiliki hasrat berperang dan sering mengeksploitasi suku-suku Indian, Roh Allah bekerja melalui Roger Williams untuk menyiapkan jalan bagi berdirinya sebuah tempat di mana kebebasan beragama dapat bertumbuh subur, sehingga orang-orang yang mencintai kebebasan dapat tinggal di sana, dan kebebasan hati nurani dapat dinyatakan sebagai sebuah kesaksian bagi dunia. EWT __________ ¹ O. K. dan Marjorie Armstrong, Baptists Who Shaped A Nation (Nashville: Broadman Press, 1975), hal. 39-43. ² Robert C. Newman, Baptists and American Tradition (Des Plaines, Ill.: Regular Baptist Press, 1976), hal. 15. ³ Isaac Backus, Your Baptist Heritage, 1620-1804 (1844; reprint ed., Little Rock: Challenge Press, 1976), hal. 40.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALLAH SUNGGUH BAIK

PENGKHOTBAH YANG BERANI DAN LUAR BIASA

Lagu ini terdapat pada buku nyanyian NKB 83 “Nun Di Bukit Yang Jauh”. Judul aslinya adalah On a Hill Far Away/The Old Rugged Cross. Lagu ini, baik syairnya maupun melodinya, dikarang oleh George Bennard tahun 1913. Lagu ini termasuk sangat populer di abad kedua puluh. Di masa remajanya ia sudah menerima Yesus sebagai Juruselamat, dan ketika ayahnya meninggal sebelum George sendiri berumur enam belas tahun, ia bergabung dengan Bala Keselamatan. Kemudian ia ditahbiskan menjadi pendeta di gereja Metodis Episkopal, dimana pelayanannya sangat dihargai. Satu kali dalam perjalanan kembali ke Michigan ia mengalami pergumulan yang sangat mendalam tentang makna salib Yesus dan apa yang Rasul Paulus maksudkan tentang bersekutu dengan Kristus. Semakin ia merenungkannya ia bertambah yakin bahwa salib Yesus bukan sekedar simbol atau lambang saja, tetapi itulah inti Injil keselamatan. Bennard melanjutkan pelayanannya untuk menginjili selama empat puluh tahun berikutnya. Pada tahun 1958, pada umur delapan puluh lima tahun ia dipanggil Tuhan. “Salib itu kujunjung penuh, hingga saat tiba ajalku”, demikianlah kata-kata dalam syair lagunya dan itulah yang dilakukannya. Untuk mengenang dia, dekat rumahnya umat mendirikan salib setinggi tiga setengah meter dengan kata-kata “Di sini beristirahat George Bennard, pengarang ‘Salib di bukit’ “.