*Renungan Harian 23 Maret* Part 2 Dari Buku: _Tiap-tiap Hari Menelusuri Sejarah Baptis_ *Undang-Undang Majelis Dihapus, Gereja Negara Dihapuskan* Nas: _1 Korintus 1:12-24_ Undang-undang Vestry (Majelis Gereja) diadopsi pada tanggal 23 Maret 1660 atau 1661 di koloni Virginia, yang menyatakan, “Dua belas orang yang paling mampu dalam tiap gereja dipilih untuk masuk dalam kemajelisan oleh suara terbesar dalam tiap gereja; Dari jumlah itu, pendeta di tempat itu bersama dengan dewan majelis tersebut, memilih dua orang pengawas gereja tiap tahunnya; dan apabila anggota majelis pergi meninggalkan gereja itu, maka pendeta di tempat itu dan anggota majelis yang bersangkutan harus memilih seseorang menggantikan posisinya.” Sebagai persyaratan mereka untuk jabatan ini mereka dituntut untuk mengambil sumpah pengakuan kekuasaan Kerajaan Inggris, dan “Tunduk pada doktrin dan disiplin dari Gereja Inggris.” Tugas mereka yang paling utama antara lain adalah “menarik uang pungutan, mengumpulkan, dan menyerahkan uang itu kepada pendeta di tempat itu.”¹ Berbagai macam undang-undang diloloskan dari tahun 1655 hingga 1748 yang berisikan pengadaan sebidang tanah untuk sang pelayan dengan memakai biaya dari pajak penduduk. Sebidang tanah itu adalah tanah yang luas yang berukuran setidaknya delapan puluh hektar dan sebuah rumah besar dengan sebuah dapur, sebuah lumbung, kandang, sebuah tempat penyimpanan susu, tempat pemotongan hewan, tempat penyimpanan jagung, dan sebuah taman. Dalam tiap wilayah gereja harus tersedia sebuah tanah bagi para pelayan di jemaat itu yang disediakan melalui uang dari “orang-orang yang dapat dikenakan pajak perpuluhan,” apapun denominasinya. Seperti yang telah kita amati sebelumnya, kaum Baptis menolak dengan tegas penarikan pajak seperti itu di beberapa koloni di mana mereka dipungut pajak. Ada orang-orang yang ingin menopang gereja negara dan menjadikan undang-undang majelis ini sebagai hukum tetap di Persemakmuran Virginia setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Pencabutan undang-undang tersebut tercapai hanya setelah perjuangan yang panjang dan menyakitkan. Bahkan mereka yang sebelumnya berteman dengan kaum Baptis di masa lampau, seperti Patrick Henry, ingin mempertahankan semacam bentuk undang-undang yang mengatur hal keagamaan. Kaum Baptis, karena percaya bahwa keyakinan sejati tidak perlu disokong oleh pemerintah dan mengingat penganiayaan mereka di bawah negara yang bersatu dengan gereja, memberikan tekanan kepada badan legislatif dengan mengirim perwakilan-perwakilan dengan permohonan untuk mencabut beberapa undang-undang yang condong untuk pendirian gereja negara. Akhirnya, sebagai respons terhadap tekanan ini, Badan Legislasi Virginia mengeluarkan sebuah undang-undang pada tahun 1799 yang kata pengantarnya sebagiannya menyatakan “kuasa membangkitkan jenis pemerintahan gereja apapun, berhubungan dengan itu kini dicabut, dan masalah agama diserahkan kepada hati nurani.” Seluruh urusan agama diserahkan kepada hati nurani masing-masing pribadi. Menjadikan kelompok agama apapun sebagai korporasi adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kebebasan agama. Gereja-gereja tidak dianggap korporasi di Virginia hingga hari ini. Undang-undang ini membuka jalan, tetapi tidak mengatur masalah penjualan tanah para pendeta. Debat hebat terjadi berkaitan dengan penjualan tanah tersebut dan akan di ke manakan hasilnya. Kaum Baptis berargumen bahwa uang rakyat-lah yang dipakai untuk membeli perkebunan yang luas itu dan oleh karena itu tanah tersebut harus dijual dan hasilnya diserahkan kepada rakyat. Akhirnya, mereka mendapatkan kemenangan dengan sebuah undang-undang yang dikeluarkan pada tanggal 12 Januari 1802. Paku terakhir telah ditancapkan kepada peti mati gereja negara. Sebuah perang yang panjang dan pahit telah berakhir, dan posisi kaum Baptis yang telah menderita di bawah pendirian gereja negara telah dibalaskan. Kita harus bersyukur kepada Allah atas kegigihan para pendahulu kita yang, dengan keberanian dan keinginan mereka untuk menderita, telah membeli kebebasan kita untuk mengejar dan menyebarluaskan kebenaran seperti yang dipercayai oleh hati nurani kita. Kiranya kita meneruskan tradisi hebat ini dan tidak berpikir bahwa satu pertempuran yang telah dimenangkan berarti perang telah selesai. EWT __________ ¹ Robert Boyte dan C. Howell, The Early Baptists of Virginia (Philadelphia: American Baptist Publication Society.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALLAH SUNGGUH BAIK

PENGKHOTBAH YANG BERANI DAN LUAR BIASA

Lagu ini terdapat pada buku nyanyian NKB 83 “Nun Di Bukit Yang Jauh”. Judul aslinya adalah On a Hill Far Away/The Old Rugged Cross. Lagu ini, baik syairnya maupun melodinya, dikarang oleh George Bennard tahun 1913. Lagu ini termasuk sangat populer di abad kedua puluh. Di masa remajanya ia sudah menerima Yesus sebagai Juruselamat, dan ketika ayahnya meninggal sebelum George sendiri berumur enam belas tahun, ia bergabung dengan Bala Keselamatan. Kemudian ia ditahbiskan menjadi pendeta di gereja Metodis Episkopal, dimana pelayanannya sangat dihargai. Satu kali dalam perjalanan kembali ke Michigan ia mengalami pergumulan yang sangat mendalam tentang makna salib Yesus dan apa yang Rasul Paulus maksudkan tentang bersekutu dengan Kristus. Semakin ia merenungkannya ia bertambah yakin bahwa salib Yesus bukan sekedar simbol atau lambang saja, tetapi itulah inti Injil keselamatan. Bennard melanjutkan pelayanannya untuk menginjili selama empat puluh tahun berikutnya. Pada tahun 1958, pada umur delapan puluh lima tahun ia dipanggil Tuhan. “Salib itu kujunjung penuh, hingga saat tiba ajalku”, demikianlah kata-kata dalam syair lagunya dan itulah yang dilakukannya. Untuk mengenang dia, dekat rumahnya umat mendirikan salib setinggi tiga setengah meter dengan kata-kata “Di sini beristirahat George Bennard, pengarang ‘Salib di bukit’ “.