Postingan
Menampilkan postingan dari Maret, 2022
*Renungan Harian 24 Maret* Dari Buku: _Tiap-tiap Hari Menelusuri Sejarah Baptis_ *Roger Williams Membukakan Jalan* Nas: _ Ibrani 6_ Roger Williams, bersama dengan beberapa orang Puritan lainnya, memiliki perhatian untuk kerohanian suku-suku Indian. Ia pergi ke antara suku Massasoit, berteman dan mempelajari bahasa mereka, dan mengajar mereka tentang Injil Kristen. Orang-orang Indian itu senang bahwa seorang pria kulit putih menganggap mereka setara. Williams merencanakan sebuah perjanjian persahabatan dengan suku ini, yang membukakan jalan untuk pendirian koloni-koloni di masa mendatang. Belakangan, ketika otoritas Boston berencana untuk menangkap Williams dan mengirimnya kembali ke Inggris di atas sebuah kapal, ia memutuskan untuk melarikan diri dan melanjutkan perjuangan untuk kebebasan berkeyakinan. Ia berpakaikan jubahnya, memasukkan beberapa makanan ke dalam kantongnya, mengucapkan perpisahan kepada istri dan bayinya, dan pergi diam-diam dalam kegelapan. Badai musim dingin yang dahsyat sedang bergolak, dan pada tengah malam badai tersebut berubah menjadi sebuah badai salju hebat. Williams meneruskan perjalanannya menembus salju yang menumpuk, melewati ladang-ladang, dan melalui hutan-hutan ketika angin dingin menerjangnya. Keesokan harinya, ia tiba di sebuah perkemahan suku Indian Narraganset. Menyambut dia sebagai seorang teman, mereka membawa dia, memberinya makan, menghangatkan dia, dan memaksa agar ia tetap bersembunyi dengan mereka. Selama ia tinggal di musim dingin itu, ia menjadi seorang perantara dan membantu untuk mendamaikan masalah-masalah yang berkembang antara dua kepala suku. Perang berhasil terhindari, dan Ketua Suku Massasoit sebagai ucapan terima kasih memberikan dia sebuah bentangan tanah. Juga selama pengasingan ini, Williams memutuskan untuk mendirikan koloni independennya sendiri, yang akan terbuka untuk semua orang yang ingin menikmati kebebasan berkeyakinan.”¹ Hal ini tidak hanya menguntungkan Williams tetapi juga John Clarke, yang menjadi kecewa dengan kaum Puritan dan Pilgrim. Ia membentuk sebuah kumpulan yang terdiri dari sembilan belas orang, dan pada musim dingin 1637-38, mereka pergi untuk mencari tempat tinggal baru. Mereka pertama pergi ke tempat yang sekarang adalah New Hampshire, tetapi karena iklim di sana keras, mereka beralih ke selatan ke arah Long Island dan Delaware. Berhenti di jalan di Providence, mereka tinggal dengan Roger Williams, yang membujuk mereka untuk pergi ke pulau Aquidnet. Mereka pertama-tama pergi ke Plymouth untuk memastikan bahwa tidak ada klaim yang telah dibuat atas tanah di sana.”² Mengetahui bahwa tanah di sana masih kosong, Roger Williams, bertindak sebagai agen mereka, mendapatkan dari kepala suku Indian Narraganset sebuah akte untuk Pulau Aquidnet bagi mereka pada tanggal *24 Maret 1638,* dan satu lagi untuk Providence bagi dirinya sendiri di hari yang sama.”³ Pada masa ketika sebagian orang di koloni Masschusetts memiliki hasrat berperang dan sering mengeksploitasi suku-suku Indian, Roh Allah bekerja melalui Roger Williams untuk menyiapkan jalan bagi berdirinya sebuah tempat di mana kebebasan beragama dapat bertumbuh subur, sehingga orang-orang yang mencintai kebebasan dapat tinggal di sana, dan kebebasan hati nurani dapat dinyatakan sebagai sebuah kesaksian bagi dunia. EWT __________ ¹ O. K. dan Marjorie Armstrong, Baptists Who Shaped A Nation (Nashville: Broadman Press, 1975), hal. 39-43. ² Robert C. Newman, Baptists and American Tradition (Des Plaines, Ill.: Regular Baptist Press, 1976), hal. 15. ³ Isaac Backus, Your Baptist Heritage, 1620-1804 (1844; reprint ed., Little Rock: Challenge Press, 1976), hal. 40.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
*Renungan Harian 23 Maret* Part 2 Dari Buku: _Tiap-tiap Hari Menelusuri Sejarah Baptis_ *Undang-Undang Majelis Dihapus, Gereja Negara Dihapuskan* Nas: _1 Korintus 1:12-24_ Undang-undang Vestry (Majelis Gereja) diadopsi pada tanggal 23 Maret 1660 atau 1661 di koloni Virginia, yang menyatakan, “Dua belas orang yang paling mampu dalam tiap gereja dipilih untuk masuk dalam kemajelisan oleh suara terbesar dalam tiap gereja; Dari jumlah itu, pendeta di tempat itu bersama dengan dewan majelis tersebut, memilih dua orang pengawas gereja tiap tahunnya; dan apabila anggota majelis pergi meninggalkan gereja itu, maka pendeta di tempat itu dan anggota majelis yang bersangkutan harus memilih seseorang menggantikan posisinya.” Sebagai persyaratan mereka untuk jabatan ini mereka dituntut untuk mengambil sumpah pengakuan kekuasaan Kerajaan Inggris, dan “Tunduk pada doktrin dan disiplin dari Gereja Inggris.” Tugas mereka yang paling utama antara lain adalah “menarik uang pungutan, mengumpulkan, dan menyerahkan uang itu kepada pendeta di tempat itu.”¹ Berbagai macam undang-undang diloloskan dari tahun 1655 hingga 1748 yang berisikan pengadaan sebidang tanah untuk sang pelayan dengan memakai biaya dari pajak penduduk. Sebidang tanah itu adalah tanah yang luas yang berukuran setidaknya delapan puluh hektar dan sebuah rumah besar dengan sebuah dapur, sebuah lumbung, kandang, sebuah tempat penyimpanan susu, tempat pemotongan hewan, tempat penyimpanan jagung, dan sebuah taman. Dalam tiap wilayah gereja harus tersedia sebuah tanah bagi para pelayan di jemaat itu yang disediakan melalui uang dari “orang-orang yang dapat dikenakan pajak perpuluhan,” apapun denominasinya. Seperti yang telah kita amati sebelumnya, kaum Baptis menolak dengan tegas penarikan pajak seperti itu di beberapa koloni di mana mereka dipungut pajak. Ada orang-orang yang ingin menopang gereja negara dan menjadikan undang-undang majelis ini sebagai hukum tetap di Persemakmuran Virginia setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Pencabutan undang-undang tersebut tercapai hanya setelah perjuangan yang panjang dan menyakitkan. Bahkan mereka yang sebelumnya berteman dengan kaum Baptis di masa lampau, seperti Patrick Henry, ingin mempertahankan semacam bentuk undang-undang yang mengatur hal keagamaan. Kaum Baptis, karena percaya bahwa keyakinan sejati tidak perlu disokong oleh pemerintah dan mengingat penganiayaan mereka di bawah negara yang bersatu dengan gereja, memberikan tekanan kepada badan legislatif dengan mengirim perwakilan-perwakilan dengan permohonan untuk mencabut beberapa undang-undang yang condong untuk pendirian gereja negara. Akhirnya, sebagai respons terhadap tekanan ini, Badan Legislasi Virginia mengeluarkan sebuah undang-undang pada tahun 1799 yang kata pengantarnya sebagiannya menyatakan “kuasa membangkitkan jenis pemerintahan gereja apapun, berhubungan dengan itu kini dicabut, dan masalah agama diserahkan kepada hati nurani.” Seluruh urusan agama diserahkan kepada hati nurani masing-masing pribadi. Menjadikan kelompok agama apapun sebagai korporasi adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kebebasan agama. Gereja-gereja tidak dianggap korporasi di Virginia hingga hari ini. Undang-undang ini membuka jalan, tetapi tidak mengatur masalah penjualan tanah para pendeta. Debat hebat terjadi berkaitan dengan penjualan tanah tersebut dan akan di ke manakan hasilnya. Kaum Baptis berargumen bahwa uang rakyat-lah yang dipakai untuk membeli perkebunan yang luas itu dan oleh karena itu tanah tersebut harus dijual dan hasilnya diserahkan kepada rakyat. Akhirnya, mereka mendapatkan kemenangan dengan sebuah undang-undang yang dikeluarkan pada tanggal 12 Januari 1802. Paku terakhir telah ditancapkan kepada peti mati gereja negara. Sebuah perang yang panjang dan pahit telah berakhir, dan posisi kaum Baptis yang telah menderita di bawah pendirian gereja negara telah dibalaskan. Kita harus bersyukur kepada Allah atas kegigihan para pendahulu kita yang, dengan keberanian dan keinginan mereka untuk menderita, telah membeli kebebasan kita untuk mengejar dan menyebarluaskan kebenaran seperti yang dipercayai oleh hati nurani kita. Kiranya kita meneruskan tradisi hebat ini dan tidak berpikir bahwa satu pertempuran yang telah dimenangkan berarti perang telah selesai. EWT __________ ¹ Robert Boyte dan C. Howell, The Early Baptists of Virginia (Philadelphia: American Baptist Publication Society.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya